Menjadikan Malaysia Sebagai Destinasi Wisata Kesehatan

Sejak pandemik Covid-19, Pembatasan Sosial Berskala Besar di Jakarta berbulan-bulan lamanya, saya sudah lama tidak berdiskusi sama mas Adjid. Indradjid G. Sofwan adalah salah satu orang yang saya hormati sebagai senior saya di Agensi Periklanan. Pengalamannya di dunia Brand Activation mumpuni dan berbagai brand-brand besar pernah menjadi kliennya. Pada 29 Oktober 2020, saya berkesempatan untuk berdiskusi bersama mas Adjid seputar Komunikasi Pemasaran Pariwisata. Lebih spesifik lagi tentang Healthcare Travel atau wisata kesehatan. Mas Adjid ini sempat mengerjakan project dari Malaysian Healthcare Travel Council (MHTC) yang mana merupakan sebuah inisiatif dari Kementerian Kesehatan Malaysia untuk menjadikan Malaysia sebagai salah satu destinasi wisata kesehatan dunia.

Mungkin sebelumnya tidak pernah terpikirkan akan ada istilah “Wisata Kesehatan” di benak kita. Namun pada kenyataannya saat ini permasalahan kesehatan seorang pasien bisa berkontribusi pada sektor pariwisata. Kondisi perekonomian masyarakat di dunia – termasuk di Indonesia – yang semakin baik, dan ekspektasi masyarakat terhadap layanan medis yang saat ini juga semakin tinggi, menjadikan pengobatan keluar negeri sebagai salah satu pilihan yang bisa diambil selain pengobatan di dalam negeri. Jika anda belum terbayang seperti apa itu potensi wisata kesehatan, mungkin anda akan lebih mengerti dengan gambaran sederhana berikut ini: Ketika seorang pasien berobat keluar negeri, sudah pasti mereka tidak akan menghabiskan uang mereka hanya dirumah sakit saja, melainkan juga untuk tiket pesawat, hotel, dan mungkin belanja. Ketika berobat, seorang pasien juga tidak akan datang seorang diri. Setidaknya seorang pasien akan datang dengan 1 anggota keluarga yang menemani. Jadi, jika ada 1.000 orang pasien datang berobat ke suatu negara, dan masing-masing pasien membawa 1 orang anggota keluarga, maka akan ada 2.000 tiket pesawat yang terbeli, menginap di hotel, makan dan minum, naik transpotasi umum, berbelanja, jalan-jalan, dan lain-lain di negara tersebut. Dari gambaran sederhana tersebut, tentu kita bisa membayangkan ‘spending’ yang akan dikeluarkan seorang pasien dan anggota keluarganya pada saat berobat tersebut, dan bagaimana pengeluaran tersebut bisa berkontribusi juga pada sektor diluar sektor kesehatan yang merupakan tujuan awal untuk datang ke negara tersebut. Inilah yang disebut dengan “Wisata Kesehatan”, sebuah pengalaman komprehensif untuk pasien dan orang-orang terdekat dalam menjalani proses pengobatan dan/ atau terapi kesehatan.

Sebenarnya usaha untuk mempromosikan destinasi wisata kesehatan ini bukan pertamakali-nya dilakukan oleh sebuah negara. Banyak negara lain juga sudah yang melakukannya, Singapore misalnya. Singapore sudah sejak dulu menjadi salah satu destinasi pilihan warga negara Indonesia untuk berobat. Ditambah lagi dengan banyak selebritis dan pembesar-pembesar tanah air yang memilih untuk berobat di Singapore dan berita berobatnya mereka juga dipublikasikan melalui media massa. Maka tentu saja situasi seperti ini semakin memantapkan posisi Singapore sebagai salah satu pilihan destinasi kesehatan bagi masyarakat Indonesia khususnya di segmen menengah ke atas. Korea Selatan juga adalah contoh lainnya, dimana negara Korea Selatan ini menjadi salah satu pilihan destinasi untuk mereka yang hendak melakukan operasi plastik. Faktor Drama Series Korea yang begitu populer di tanah air mungkin juga menjadi media “promosi” yang baik dalam hal ini. Memang negara Malaysia bukan baru saja muncul sebagai salah satu destinasi kesehatan untuk masyakarat Indonesia, Namun sejak tahun 2019, Malaysia, melalui  MHTC secara aktif mulai mempromosikan negaranya sebagai destinasi wisata kesehatan.

MHTC ingin mempromosikan dan menjadikan Malaysia sebagai destinasi kesehatan, khususnya melalui 3 area medis: In Vitro Fertilization (IVF), Kardiovaskular, dan Onkologi. Melalui website resminya, MHTC tidak hanya memberikan alasan yang kuat mengapa seorang pasien harus berobat ke Malaysia, tapi juga menginformasikan berbagai fasilitas dan fasilitasi yang disediakan oleh berbagai penyedia jasa wisata kesehatan di Malaysia yang bisa diakses oleh seorang calon pasien. Terlihat juga pada kanal tersebut adanya upaya inklusif MHTC untuk mengajak berbagai pihak terkait untuk bekerjasama dan berkolaborasi. Singkat kata yang bisa saya petik pelajaran adalah sinergis antar-elemen kesehatan dan wisata menjadi sangat penting untuk memberikan pengalaman perjalan wisata kesahatan yang lengkap dan menenangkan.

Marketing Communication Channels
Bagan ini dibuat berdasarkan diskusi yang dilakukan pada video di atas. Bisa jadi apa yang dilakukan MHTC jauh lebih komprehensif sehingga membutuhkan pengumpulan data lebih jauh.

Mempromosikan perjalanan wisata kesehatan bukanlah perkara mudah. Pengambilan keputusan yang harus dilalui seorang calon pasien untuk berobat cukup panjang dan membutuhkan banyak pertimbangan. Sehingga dibutuhkan saluran komunikasi yang mampu menyampaikan pesan yang komprehensif dan mungkin juga cukup kompleks. Dalam diskusi saya bersama mas Adjid, saluran-saluran dan tools komunikasi yang digunakan MHTC untuk mempromosikan wisata perjalanan kesehatan Malaysia sebagian besar menggunakan Public Relations, dimana aktivitas PR yang dilakukan antara lain wawancara dengan berbagai media cetak dan radio di beberapa kota di Indonesia. Selain itu, MHTC juga berpartisipasi di dalam trade event yang diadakan di kota-kota besar di Indonesia untuk secara langsung berinteraksi dengan stakeholders. Di platform digital, MHTC menggunakan media sosial sebagai media untuk berpromosi.

Pelajaran yang bisa saya simpulkan melalui diskusi saya bersama Mas Adjid mungkin sangat mudah untuk diucapkan namun sangat ‘challenging‘ untuk diterapkan:

  1. Kolaborasi seringkali mudah diucapkan, tapi seringkali juga sulit untuk dilakukan, terutama jika kepentingan sektoral terlibat di dalamnya. Untuk menciptakan sebuah pengalaman perjalan wisata kesehatan yang komprehensif dan menenangkan (peace of mind) membutuhkan kolaborasi yang solid antara banyak sekali pihak.
  2. Sinergi antara Pemerintah dan Pelaku Industri sangat diperlukan. Pemerintah sebagai regulator perlu membuat aturan main yang adil, dan juga para pelaku industri terkait yang juga harus patuh pada regulasi yang disepakati bersama.
  3. Pembangunan Infrastruktur. Pembangunan infrastruktur ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penciptaan pengalaman wisata kesehatan yang komprehensif, dan merupakan investasi jangka panjang yang nilainya tidak kecil namun sangat fundamental untuk dilakukan.
  4. Sumber daya manusia (SDM) juga faktor yang tidak kalah penting. Bagaimanapun juga pengalaman wisata merupakan sebuah inovasi yang diciptakan oleh SDM yang kreatif dan dijalankan oleh SDM yang handal. Sehingga investasi pada infrastruktur juga harus dibarengi dengan investasi pada SDM.
  5. Terus melakukan inovasi. Inovasi dalam penciptaan pengalaman wisata menjadi nilai tambah dan daya saing bagi industri pariwisata itu sendiri. Tanpa adanya inovasi, sebuah destinasi bisa tergantikan dengan destinasi lainnya yang inovatif dalam memberikan pengalaman baru bagi wisatawan.

Masih banyak hal-hal yang bisa digali dari diskusi singkat ini. Semoga diskusi ini bisa menjadi manfaat bagi yang membaca dan mendengarnya, dan harapannya Indonesia juga bisa mengembangkan “tema” wisata yang inovatif dan berdaya saing di pasar pariwisata dunia.

Komentar

Postingan Populer