Gen-Y to Gen-Z Di Era Ketidakpastian: Menunda Keputusan-Keputusan Besar

Di awal tahun, seperti biasa saya harus menyusun proposal tahunan untuk klien. Salah satu bagian dari proposal tahunan adalah membahas target market atau khalayak sasaran. Apakah ada perubahan yang terjadi di antara mereka? Apakah ada sebuah situasi yang bisa menjadi insight untuk brand dalam berkomunikasi. Seperti yang kita tahu, saat ini Gen-Z (dan Gen-Y tentunya) menjadi sasaran utama dari setiap program pemasaran. Salah satu cara yang saya biasa lakukan adalah membaca White Papers dari berbagai lembaga riset yang biasanya didistribusikan secara bebas sebagai materi pemasaran perusahaan dan knowledge sharing. Ketika saya membaca semua report di awal tahun 2024, hampir semua laporan memberikan nuansa yang selaras. Bahwa semua orang di dunia, khususnya anak muda, akan merasa lelah dengan krisis yang bertubi-tubi (Crisis Fatigue) dan akhirnya menunda banyak keputusan-keputusan besar.

Sebagai catatan, awal tahun 2024 secara global, dunia dilanda ketidakpastian ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat dunia, inflasi yang sepertinya tidak terkontrol, ditambah lagi dengan perang Rusia- Ukraina yang tentunya memberikan pengaruh langsung pada krisis finansial dan energi, serta ketidakstabilan sosial, politik, dan ekonomi yang muncul akibat agresi militer yanag terjadi di Gaza.

Salah satu Lembaga riset, Deloitte, mengeluarkan survey Gen-Z and Millennial Survey tahun 2023 yang salah satu poinnya mengatakan bahwa ketidakpastian ekonomi membuat Gen Y dan Gen-Z menunda pengambilan keputusan Besar seperti menikah, memulai sebuah keluarga dan memiliki anak, mempunyai rumah, membeli mobil, dan lain-lain. Survey Deloitte ini dilakukan di 44 negara dengan jumlah responden Gen-Z sebanyak 14,483 orang dan Millennials sebanyak 8,373 orang. Sehingga data yang ditampilkan oleh Deloitte sangat bisa dijadikan salah satu rujukan bagaimana situasi secara umum yang dialami oleh Gen-Z dan Millenials di banyak lokasi geografis.

Lalu, pertanyaannya adalah: Mengapa Mereka Menunda? Tentu dengan situasi seperti sekarang ini, sudah sewajarnya jika menunda mimpi itu dilakukan karena alasan ekonomi. Tapi apakah ada faktor lainnya, selain faktor ekonomi, yang mendorong generasi muda untuk menunda keputusan besar? Berdasarkan data-data saya baca, setidaknya terdapat 4 faktor yang membuat generasi muda saat ini "Menunda Mimpi-Mimpi"nya.


Anak Muda Saat Ini Fokus Pada Pengalaman Daripada Kepemilikan

Saat ini anak muda semakin mengutamakan pengalaman dibandingkan kepemilikan. Alih-alih terburu-buru membeli rumah atau mobil, mereka lebih tertarik untuk mengeksplorasi dunia, mencoba hal-hal baru, dan menciptakan kenangan. Konsep YOLO (You Only Live Once) begitu melekat dalam gaya hidup mereka. Perjalanan ke destinasi eksotis, mengikuti kursus yang menarik, atau sekadar menghabiskan waktu bersama teman-teman menjadi prioritas utama. Fokus pada pengalaman ini, meskipun memberikan kepuasan instan, juga berdampak pada penundaan keputusan-keputusan besar dalam hidup. Mereka merasa bahwa mengejar pengalaman akan memberikan mereka pemahaman yang lebih baik tentang diri mereka sendiri dan apa yang sebenarnya mereka inginkan dalam hidup, sebelum mengambil langkah yang lebih serius seperti membeli rumah atau memulai keluarga. 


Tekanan Sosial Media Bikin Generasi Muda Tidak Puas (Unsatisfied) Dengan Hidupnya

Tekanan sosial media telah menciptakan standar kecantikan, kesuksesan, dan gaya hidup yang seringkali hampir tidak realistis. Generasi muda terus-menerus dibombardir dengan gambar-gambar sempurna tentang kehidupan orang lain, mulai dari perjalanan mewah, karier yang sukses, hingga hubungan yang romantis. Hal ini menciptakan perasaan tidak mampu dan ketidakamanan, karena mereka merasa tidak bisa mencapai standar yang telah ditetapkan oleh media sosial. Keinginan untuk memiliki kehidupan yang sama seperti yang terlihat di media sosial seringkali mendorong mereka untuk menunda keputusan besar. Mereka takut gagal atau tidak bisa memberikan yang terbaik, sehingga lebih memilih untuk menunda mimpi-mimpi mereka dan fokus pada membangun citra diri yang sempurna di dunia maya. Paradoksnya, semakin banyak waktu yang mereka habiskan di media sosial, semakin besar kemungkinan mereka merasa tidak puas dengan hidup mereka sendiri.

Ketidakpastian Karir Bikin Generasi Muda Cemas Dengan Keputusannya

Perubahan lanskap pekerjaan yang cepat dan ketidakstabilan ekonomi membuat generasi muda merasa tidak aman untuk membuat komitmen jangka panjang. Otomatisasi, digitalisasi, dan globalisasi telah mengubah dunia kerja secara drastis. Profesi yang dulu dianggap stabil kini bisa dengan mudah digantikan oleh teknologi. Begitu juga dengan pandemi yang telah memberikan dampak yang luar biasa di banyak perusahaan di berbagai sektor. Hal ini membuat banyak perusahaan melakukan restrukturisasi perencanaan sumber daya manusianya, dan akhirnya juga membuat lapangan kerja semakin kompetitif. Ketidakpastian ini membuat generasi muda ragu untuk mengambil keputusan besar seperti membeli rumah atau memulai keluarga. Mereka khawatir kehilangan pekerjaan atau tidak mampu memenuhi kebutuhan finansial mereka di masa depan. Selain itu, banyak generasi muda yang memilih untuk menjadi pekerja lepas atau wirausaha, yang memberikan fleksibilitas namun juga ketidakstabilan penghasilan. Hal ini semakin memperkuat keinginan mereka untuk menunda keputusan-keputusan penting yang memerlukan stabilitas finansial.


Kesadaran dan Prioritas Pada Lingkungan Yang Perilaku Generasi Muda

Banyak generasi muda yang kini semakin peduli terhadap lingkungan dan lebih memilih gaya hidup yang berkelanjutan. Hal ini membuat mereka ragu untuk membuat keputusan yang berdampak besar pada lingkungan, seperti membeli mobil impian, dan barang-barang konsumtif lain-lain. Mereka khawatir tentang jejak karbon yang ditinggalkan oleh konsumsi berlebihan dan dampaknya terhadap perubahan iklim. Generasi saat ini pun juga mulai menyadari bahwa produksi barang-barang konsumsi massal seringkali melibatkan eksploitasi sumber daya alam, pencemaran lingkungan, dan perlakuan tidak adil terhadap pekerja. Kecemasan akan masa depan planet ini mendorong mereka untuk mempertimbangkan kembali gaya hidup konvensional dan memilih opsi yang lebih ramah lingkungan. Alih-alih membeli mobil baru, mereka lebih memilih menggunakan transportasi umum, bersepeda, atau berbagi tumpangan. Sebagian dari mereka juga lebih suka membeli pakaian bekas atau mendukung merek-merek fashion lokal atau merek-merek yang mendukung keberlanjutan. Dan dari membeli baru, mereka lebih memilih untuk memperbaiki barang-barang elektronik yang rusak.

Dalam menghadapi ketidakpastian yang semakin kompleks, keputusan generasi muda untuk menunda mimpi merupakan sebuah respons yang wajar dan dapat dimengerti. Perubahan sosial dan ekonomi yang begitu cepat telah menciptakan lanskap yang penuh dengan ketidakpastian, membuat mereka perlu lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan. Namun, penundaan ini bukanlah akhir dari segalanya. Justru dengan mengubah perilaku dan memprioritaskan hal-hal yang lebih berkelanjutan dan bermakna, generasi muda sedang membangun fondasi yang kuat untuk masa depan yang lebih baik. Perubahan adalah konstanta dalam kehidupan. Tidak ada situasi yang abadi, dan generasi muda akan terus beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Dengan fleksibilitas, keingintahuan, dan semangat yang tinggi, mereka akan mampu mengatasi tantangan dan meraih mimpi-mimpi mereka pada waktu yang tepat.

Komentar

Postingan Populer