Potensi, Ancaman, dan Sikap Terhadap AI bagi Pekerja Kreatif



Mungkin saya rada terlambat membahas ini ketika banyak orang sudah mulai memanfaatkan AI dalam dunia kerja. Tapi yang jelas, topik ini benar-benar menarik perhatian saya belakangan ini, yaitu mengenai perkembangan Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan dan dampaknya bagi pekerja kreatif. Apakah AI akan mengancam atau membantu pekerja kreatif dalam menciptakan karya-karya yang menarik dan bermakna?

Kita kini setengah memahami AI adalah teknologi yang mampu melakukan tugas-tugas yang biasanya membutuhkan kecerdasan manusia, seperti mengenali wajah, menghasilkan teks, atau membuat musik. Bahkan belakangan kita mendengar AI membantu mahasiswa menyelesaikan tugas akhirnya di level universitas. Luar biasa! Pada dasarnya AI dapat belajar dari data yang ada dan mengembangkan kemampuan baru tanpa perlu diprogram secara eksplisit. Dari penjelasan tersebut, AI terdengar sangat canggih dan seru, tapi buat orang-orang yang berkecimpung di dunia teknologi, seperti Elon Musk, mengatakan bahwa AI ini jika tidak berhati-hati bisa lebih berbahaya daripada Perlombaan Persenjataan Nuklir di dunia. 

Diskursus yang membahas tentang bahayanya AI bagi masa depan beberapa kategori pekerjaan, salah satunya adalah kerja kreatif, cukup banyak beredar di internet. Namun jika kita bisa memanfaatkan AI dengan baik, dan saya sudah beberapa kali mencobanya, setidaknya sampai hari ini dan di masa depan yang dekat, sebenarnya AI memiliki potensi besar untuk membantu pekerja kreatif dalam berbagai cara, seperti misalnya:

  • Menghemat waktu dan biaya dengan melakukan tugas-tugas rutin dan repetitif yang biasanya memakan banyak sumber daya manusia, seperti editing video, transkripsi audio, atau pengecekan ejaan.
  • Memberikan inspirasi dan ide baru dengan menghasilkan konten kreatif secara otomatis atau semi-otomatis, seperti judul artikel, slogan iklan, atau lirik lagu.
  • Meningkatkan kualitas dan efektivitas dengan memberikan feedback dan saran berdasarkan data dan analisis yang objektif dan akurat, seperti sentimen audiens, performa kampanye, atau tren pasar.

Namun demikian, AI juga memiliki tantangan dan batasan yang perlu diwaspadai oleh pekerja kreatif, seperti:

  • Menimbulkan masalah etika dan hukum dengan menghasilkan konten yang mungkin melanggar hak cipta, privasi, atau norma sosial yang berlaku.
  • Mengurangi nilai tambah dan diferensiasi dengan menghasilkan konten yang mungkin terlalu seragam, generik, atau kurang sesuai dengan konteks dan tujuan komunikasi.
  • Mengancam eksistensi dan relevansi dengan menggantikan peran manusia dalam proses kreatif secara keseluruhan atau sebagian.
Menyikapi hal ini tentu pekerja kreatif perlu bersikap adaptif dan proaktif dalam menghadapi perkembangan AI. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah:

  • Meningkatkan kompetensi digital dengan mempelajari dasar-dasar AI dan cara menggunakannya secara efektif dan etis untuk mendukung proses kreatif.
  • Menjaga identitas kreatif dengan menonjolkan aspek-aspek yang tidak dapat ditiru oleh AI, seperti emosi, intuisi, atau nilai-nilai pribadi.
  • Mencari kolaborasi antara manusia dan AI dengan memanfaatkan kelebihan masing-masing pihak untuk menciptakan sinergi dan hasil yang lebih baik.

Untuk saat ini, saya rasa cukup aman untuk mengatakan bahwa AI bukanlah musuh atau saingan bagi pekerja kreatif. AI adalah teman atau mitra yang dapat membantu pekerja kreatif mencapai tujuan mereka dengan lebih mudah dan cepat. Namun demikian, pekerja kreatif juga tidak boleh bergantung sepenuhnya pada AI. Pekerja kreatif harus tetap menjaga esensi dari proses kreatif itu sendiri: menciptakan sesuatu yang berasal dari hati nurani manusia.

Komentar

Postingan Populer