The Rising Tren of Delaying Marriage as Generation Z See It as a Burden



Menurut laporan dari The Guardian, banyak anak muda di Asia Timur yang menunda pernikahan karena kawasan ini menjadi lebih sejahtera. Di wilayah perkotaan Tiongkok, perubahan ini terjadi sangat cepat. Jumlah perempuan Tiongkok yang belum menikah di usia akhir 20-an telah meningkat delapan kali lipat dalam kurun waktu 25 tahun. Data sensus tahun 2000 dan 2010 menunjukkan bahwa generasi muda Tiongkok yang mengenyam pendidikan tinggi antara usia 25 dan 29 tahun kemungkinan besar masih lajang. Perempuan di kota-kota maju di Tiongkok, khususnya, memiliki ambisi yang lebih kecil untuk menikah. Tren ini mengkhawatirkan pihak berwenang yang menghadapi ‘bom waktu demografis’. Bagi banyak anak muda di Asia, pernikahan semakin dipandang sebagai sebuah tantangan dan sesuatu yang harus ditunda atau bahkan dihindari. Mereka lebih mengutamakan pendidikan dan karir dibandingkan pernikahan dini.

Begitu juga dengan halnya Generasi Z di Indonesia juga memandang pernikahan sebagai beban karena kini mereka memiliki prioritas dan cara pandang yang berbeda dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Saat ini generasi Z dinilai lebih berpendidikan, lebih berorientasi pada karir, dan mereka lebih menghargai perkembangan pribadi, serta stabilitas keuangan daripada memiliki keluarga. Mereka juga lebih memilih menikah di kemudian hari atau tidak menikah sama sekali, serta kurang tertarik untuk memiliki anak. Generasi ini dipengaruhi oleh perubahan sosial dan ekonomi dalam masyarakat, serta tren global individualisme dan sekularisme. Mereka menantang norma-norma konvensional dan ekspektasi pernikahan yang berakar pada budaya dan agama.

Komentar

Postingan Populer