Perlunya Menjadi Kritis dan Kreatif Dalam Menginterpretasikan Data Riset Pasar dan Konsumen


Dalam sebuah meeting saya pernah berargumen cukup keras dengan seorang klien terhadap interpretasi data riset konsumen yang dimiliki olehnya. Sebuah data riset Usage, Attitude, and Image (UAI) menyimpulkan target segment dari sebuah minuman teh dalam kemasan cenderung merujuk pada waktu dan situasi yang spesifik: di siang hari antara jam makan siang sampai 14.00 WIB dan di waktu matahari sedang panas-panasnya. Singkat kata sang klien mengatakan kepada saya yang sedang merekomendasikan konsep kreatif iklan kepada jajaran divisi pemasaran beserta owner dari perusahaan legendaris di Indonesia ini. Dia mengatakan kurang lebih seperti ini:

“Pak Ichsan, menurut data dari (lembaga riset yang bonafid) ini mengatakan bahwa konsumen kita mengkonsumsi teh seperti (data yang disampaikan di atas). Sehingga di dalam iklan kita perlu menunjukkan situasi tersebut di dalam iklan”.

Akhirnya saya pun merespon argumen klien tersebut dengan penjelasan yang kurang lebih seperti ini:

“Pak (klien), ini tahun 2017. Apakah pak (klien) pernah berpikir bahwa kompetitor anda juga memiliki data yang sama dari (lembaga riset yang bonafid) ini. Secara data itu adalah yang diperoleh untuk mencari perilaku minum teh secara umum? Dan kalau saya boleh sedikit bercerita, di tahun 2013, saya juga pernah mendapatkan kesimpulan data yang sama yang merujuk pada waktu dan situasi yang sama dalam sebuah riset untuk minuman berkarbonasi. Jadi apakah jika dengan data tersebut, maka situasi dan waktu tersebut harus masuk ke dalam eksekusi iklan agar orang yang melihat “teredukasi” cara minum teh yang paling nikmat? Tidak heran jika brand yang sudah hampir 2 dekade ini berada di di pasar Indonesia itu tidak mempunyai asosiasi merek yang benar-benar membedakan merek ini dari kompetitornya”.

Kalau saya mengenang peristiwa itu, sepertinya saya bukan seorang konsultan yang menyenangkan dan mungkin saja saya menyakiti hati seseorang. Tapi di saat yang sama, counter argument saya tersebut harus disampaikan agar brand yang akan kita asuh bersama ini bisa berkembang dengan baik. Peristiwa itu jelas menjadi catatan tersendiri bagi saya bahwa kita tidak boleh “mendewakan” data statistik apalagi jika fenomena yang diteliti adalah fenomena yang terkait dengan manusia yang penuh ketidakpastian. Manusia itu bukan tumbuhan, hewan, ataupun benda yang bisa ditelisik dengan paradigma positivistik yang linier, generalistik, mekanistik, deterministik. Urusan manusia kadang-kadang bisa jadi sesuatu yang sifatnya mistik yang membuat metode-metode penelitian kuantitatif tak berkutik. Sehingga saya pikir perlu menjadi catatan bersama bahwa kita perlu kritis untuk dalam menginterpretasikan data kuantitatif terkait manusia, dan kreatif dalam mengolah data tersebut menjadi sebuat output ataupun outcome yang dieksekusi.

Saya tentu tidak akan menyangkal bahwa riset pemasaran dan riset konsumen adalah dua hal yang sangat penting bagi para pemasar dan pemilik brand untuk mengembangkan strategi dan taktik yang efektif dalam menghadapi persaingan pasar yang dinamis dan kompetitif. Namun, jangan sampai hasil riset tersebut dianggap sebagai kebenaran mutlak yang bisa langsung diterapkan tanpa pertimbangan berbagai macam aspek. Para pemasar dan pemilik brand harus lebih kritis membaca hasil riset dan mengevaluasi kualitas, validitas, reliabilitas, dan relevansi data yang diperoleh. Di paragraf selanjutnya saya akan menyampaikan beberapa alasan mengapa hal ini perlu diperhatikan.


Data Konsumen Diperoleh Dari Proses Mental Yang Sepenuhnya Berbeda Dari Situasi Dilapangan

Ketika anda membeli hendak sesuatu di supermarket, sudah pasti 100% otak anda memproses stimuli-stimuli yang anda dapatkan tidak sama dengan pada saat anda disodorkan pertanyaan-pertanyaan di dalam kuesioner atau survey konsumen. Alasan anda mengambil Mie Instan merek A bisa jadi sebuah proses alam bawah sadar yang terjadi seperti autopilot. Sedangkan ketika anda mengisi sebuah kolom survey, anda secara sadar diminta untuk memilih di antara pilihan-pilihan yang disajikan di dalam kuesioner. Sehingga dari gambaran ini, maka data riset konsumen dan pemasaran ini sesungguhnya “tidak naturalistik” karena diperoleh dengan proses mental yang berbeda dengan situasi konsumen saat mereka melakukan pembelian di lapangan.

Konsumen yang menjadi responden riset biasanya diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan preferensi, motivasi, sikap, perilaku, dan kepuasan mereka terhadap produk atau jasa tertentu. Namun, pada pembelian sehari-hari, alam bawah sadar lebih berperan. Konsumen seringkali tidak menyadari apa yang mendorong mereka untuk memilih produk atau jasa tertentu, atau apa yang membuat mereka puas atau tidak puas. Oleh karena itu, data riset hanya bisa memberikan “kecenderungan” dan tidak selalu mencerminkan realitas pasar yang sebenarnya.


Lembaga Riset Adalah Sebuah Entitas Bisnis. Siapapun Yang Bisa Bayar dan Membeli, Maka Akan Punya Data Tersebut.

Salah jika seorang klien berpikit bahwa data riset yang mereka bayarkan adalah data yang eksklusif hanya dimiliki oleh mereka. Sama seperti argumentasi saya di atas, Kompetitor Anda mungkin juga memiliki data yang sama dengan Anda. Apalagi di era digital seperti sekarang ini, dimana data menjadi semakin mudah diakses dan dibagikan. Banyak sumber data yang bersifat publik, seperti data dari media sosial, platform e-commerce, mesin pencari, atau aplikasi mobile. Kompetitor Anda mungkin juga menggunakan data-data tersebut untuk melakukan riset pemasaran dan riset konsumen mereka sendiri. Sehingga, data yang Anda miliki mungkin tidak memberikan keunggulan kompetitif yang signifikan. Oleh karena itu, interpretasi hasil riset pun memerlukan kreativitas, intuisi bisnis, dan personalisasi agar bisa mengambil tindakan yang otentik dari pemikiran pemasar dan juga pemilik brand.

Manusia Bukan Objek Penelitian Yang Statis Macam Objek Penelitian Ilmu Pasti

Bukan saya mengatakan bahwa riset sosial itu bukan sebuah sains, tapi hanya saja memang alamiahnya manusia itu sebuah objek berbeda. Agama saja mengatakan bahwa manusia itu kreasi Tuhan yang berbeda. Berbeda dari ciptaanNya yang lain. Maka jika manusia diteliti hanya menggunakan paradigma yang biasa digunakan untuk meneliti hewan, tumbuhan, dan benda mati lainnya, maka sesungguhnya riset tersebut hanya akan menghasilkan kesimpulan yang salah dan sangat menghina manusia sebagai objek penelitian. Bahkan proses pengumpulan data pun juga bisa mempengaruhi respon informan atau responden terhadap pertanyaan tersebut. Pertanyaan-pertanyaan yang digunakan pun juga bisa bisa mempengaruhi proses mental konsumen dalam merespon. Sehingga, sangat penting bagi kita untuk kritis terhadap proses riset yang dilakukan untuk mendapatkan data yang disajikan.

Data riset konsumen dan pemasaran sudah jelas tidak bersifat statis, melainkan dinamis. Perilaku dan psikologis konsumen selalu berubah seiring dengan perkembangan teknologi, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan lingkungan. Sehingga sangat wajar jika data riset yang yang kita miliki saat ini mungkin harus terus di-update lagi dengan kondisi pasar dan konsumen saat ini atau di masa depan. Oleh karena itu, kita juga harus selalu melakukan pembaruan data secara berkala dan mengikuti tren terkini. Selain itu, Anda juga harus mampu mengantisipasi perubahan pasar dan konsumen yang mungkin terjadi di masa depan dengan melakukan analisis prediktif.

Singkat cerita, dari penjabaran diatas saya ingin menyampaikan bahwa “The Real Power” itu bukan berada pada Data, melainkan ada pada sisi Manusianya. Para pemasar dan pemilik brand harus lebih kritis membaca hasil riset pemasaran dan riset konsumen dan kreatif dalam mengolah dan menginterpretasikan data. Hal ini sangat penting dan bertujuan untuk memastikan bahwa data yang digunakan adalah data yang berkualitas, valid, reliabel, dan relevan. Selain itu, hal ini juga penting untuk menciptakan strategi dan taktik pemasaran yang kreatif, inovatif, otentik, dan berbeda dari kompetitor.

Sumber: Id.techinasia.com, kompas.com, academia.edu, ocbcnisp.com








Komentar

Postingan Populer