Perspektif Dalam Memahami Loyalitas Merek dan Dampaknya Pada Bisnis

 


Istilah Brand Loyalty adalah salah satu istilah yang sering disebut-sebut sama para Pemasar, Pemilik Brand, dan juga orang-orang yang bekerja di Advertising agency. Dalam pengalaman saya, rasanya istilah Brand Loyalty ini adalah istilah yang paling sering disebut kedua setelah Brand Awareness.

Dalam pemahaman saya, Brand Loyalty adalah fase konsumen yang paling diharapkan oleh setiap pemilik Brand. Karena fase konsumen ini ditandai dengan kontinuitas dalam mengkonsumsi. Sehingga tidak heran jika menciptakan Brand Loyalty ini menjadi marketing objective, yang ingin dicapai dari sebuah program pemasaran karena dampaknya yang “menyehatkan” untuk bisnis.

Namun istilah Brand Loyalty ini juga seringkali dipahami berbeda oleh banyak orang bahkan oleh orang-orang yang berkarir di bidang pemasaran sekalipun. Setidaknya ini yang saya temui di sekitar saya selama saya berkarir di dunia Advertising. Bagi saya menciptakan Brand Loyalty itu bukan lah sesuatu yang sederhana, sesederhana memberikan promo diskon, cashback, redeem point, dan seterusnya. Sehingga terkadang saya suka sedikit terganggu ketika seseorang - terutama klien dalam hal ini - memberikan tugas kepada agency untuk “menciptakan” Brand Loyalist dengan menawarkan benefit-benefit yang transaksional dan tidak berkontribusi pada penciptaan nilai pada brand. Dibawah ini, saya ingin memaparkan setidaknya 3 perspektif dalam memahami apa itu Brand Loyalty.

01.Consumer Reflection Perspective

Loyalitas Merek dipahami sebagai sebuah kondisi dimana Merek dianggap sebagai cerminan identitas pribadi dan ekspresi diri mereka. Loyalitas Merek dipahami sebagai situasi dimana konsumen memilih merek yang sesuai dengan kepribadian, gaya hidup, dan preferensi mereka, serta membuat mereka merasa nyaman dengan diri mereka sendiri. Mereka (konsumen) setia pada merek yang mereka percayai, hormati, dan kagumi, serta memiliki nilai dan keyakinan yang sama. Misalnya, beberapa konsumen mungkin setia pada Apple karena mereka menganggapnya sebagai merek yang kreatif, inovatif, dan premium yang sesuai dengan selera dan gaya mereka.

02.Experiences Perspective

Loyalitas merek dipahami sebagai hasil dari kepuasan dan kesenangan konsumen terhadap produk atau layanan. Konsumen dianggap cenderung memilih merek yang menawarkan kinerja berkualitas tinggi, andal, dan konsisten, serta memenuhi atau melampaui harapan mereka. Loyalitas terbangun pada merek yang memberikan pengalaman, layanan, dan dukungan pelanggan yang luar biasa, dan mampu memberikan penghargaan atas kesetiaan mereka. Misalnya, beberapa konsumen mungkin loyal kepada Amazon karena mereka menganggapnya sebagai merek yang nyaman, cepat, dan berpusat pada pelanggan yang memenuhi janjinya.

03.Bond and Involvement Perspective

Loyalitas Merek dipahami sebagai konsekuensi dari keterikatan emosional dan keterlibatan mereka dengan merek. Konsumen cenderung memilih merek yang membangkitkan perasaan dan emosi positif, seperti kebahagiaan, kegembiraan, kegembiraan, atau nostalgia. Loyalitas terbangun ketika Merek mempunyai hubungan kuat dengan konsumen, dan mereka kaitkan dengan momen dan cerita yang mengesankan. Misalnya, beberapa konsumen mungkin setia pada Coca-Cola karena mereka menganggapnya sebagai merek yang menyenangkan, menyegarkan, dan ikonik yang memberikan kegembiraan dan kebahagiaan.


Beberapa perskpektif mengenai Brand Loyalty yang berbeda-beda di atas tidak salah dan justru saling melengkapi satu sama lain. Namun perlu menjadi catatan bersama, dari perspektif bisnis, Brand Loyalty adalah kecenderungan yang dilakukan oleh sebagian konsumen yang secara kontinyu membeli Merek yang sama dibandingkan dengan Merek kompetitor. Repetisi pembelian adalah bentuk komitmen jangka panjang yang terbangun di dalam diri konsumen dan pembelian tersebut tidak bergantung pada faktor harga. Dengan memahami ini, tentu kita tidak menganggap remeh istilah ini karena mengingat bahwa komitmen jangka panjang ini tidak bisa dibentuk dengan sekedar memberikan keuntungan transaksional semata.

Semua bisnis perlu memperhatikan istilah ini dengan serius karena dampaknya yang positif terhadap bisnis perusahaan. Perlu diingat juga bahwa pelanggan kita yang eksisting dan loyal itu 90% membeli lebih sering dibandingkan dengan pelanggan baru, dan membina hubungan dengan pelanggan itu jauh lebih murah daripada mengakuisisi pelanggan baru. Sehingga bagi perusahaan, pelanggan eksisting itu sesungguhnya sangat penting dan baik untuk jangka panjang usaha. Bisnis dengan pelanggan yang loyal biasanya memiliki pertumbuhan 2,5 kali lebih cepat dibandingkan dengan yang tidak, dan mencetak hasil (return) 2 sampai 5 kali lebih besar kepada shareholder dalam rentang waktu 10 tahun.

Pemahaman kita terhadap istilah Brand Loyalty tidak bersifat statis atau universal; hal ini dapat berubah seiring berjalannya waktu dan bervariasi antar segmen, pasar, dan budaya yang berbeda. Oleh karena itu, pemasar perlu memahami bagaimana target pelanggan mereka memandang loyalitas merek, dan bagaimana menjadikan pemahaman tersebut untuk dapat menyusun strategi yang baik untuk membangun Loyalitas yang otentik.

Komentar

Postingan Populer