Baik Buruk Menjadi Individu Yang Tidak Tergantikan di Tempat Kerja


Seorang sahabat menghubungi saya. Sebut saja namanya Armand. Tidak seperti biasanya dia menghubungi saya untuk berdiskusi atau berkonsultasi soal pekerjaan, kali ini dia membuka pembicaraan dengan kalimat "mau curhat". Ternyata isi curhatnya adalah pengajuan pengunduran dirinya dari perusahaan ditolak oleh atasannya. Alasan pengunduran dirinya adalah ingin fokus untuk menjalani bisnis yang selama ini ia jalani sambil bekerja dan ingin fokus pada keluarga. Namun, upaya tersebut ditolak. Dalam pikirannya, "hidup gw yang jalanin, kok lu (baca: perusahaan) yang ribet"?


Akhir kata dari curhatan Armand bisa disimpulkan bahwa dirinya adalah individu yang tidak tergantikan. Mati-matian atasannya tidak membiarkan Armand mengundurkan diri. Bahkan untuk mempertahankan dirinya, Armand ditawarkan kenaikan gaji dan kenaikan jabatan. Alhasil, dengan berat hati Armand memutuskan untuk tetap berada di posisinya dengan alasan tidak enak dengan perusahaan dan tentu atasanya.

Menjadi individu yang tidak tergantikan sudah pasti membanggakan. Ketika ada pekerjaan, baik atasan maupun rekan kerja selalu mengandalkan kita. Ketika bos bertemu dengan klien-klien penting, kita selalu dilibatkan. Ketika harus mewakili perusahaan di saat bos berhalangan, kita yang maju ke depan. Ketika ada yang mengalami kesulitan, orang selalu meminta bantuan kepada kita. Begitu menyenangkan bisa menjadi individu yang bermanfaat dan dipercaya oleh banyak orang. Namun dibalik itu ada sisi lain ketika kita menjadi orang yang tidak tergantikan.

Disamping kebanggaan yang kita rasakan, menjadi orang yang tidak tergantikan di dalam sebuah perusahaan bisa berarti "hambatan". Menjadi hambatan karena kita akan berada pada posisi atau kedudukan yang sama untuk mengerjakan pekerjaan serupa hingga ada yang "menggantikan". Maka kecenderungan seseorang yang tidak tergantikan tersebut untuk mengembangkan karirnya sangat bergantung pada kebijakan perusahaan dalam regenerasi komposisi sumber daya manusia. Jika perusahaan tampak "tidak berminat" untuk melakukan pengembangan manusia, maka kemungkinan kita stuck di posisi tersebut menjadi besar. Hal ini tentu berdampak pada pengembangan diri, karir, dan pendapatan bagi individu tersebut.

Dalam situasi yang dialami oleh Armand, saya menyarankan agar dia menganalisis segala kemungkinan yang terjadi di dalam perusahaan dan juga melihat kemungkinan bagi dirinya untuk berkembang diperusahaan tersebut. Saya menyarankan agar ia mempertimbangkan secara matang apapun itu keputusannya. Jika yakin diluar akan berhasil, jangan ragu untuk mengundurkan diri. Karena bagaimanapun aspek operasional perusahaan sudah diatur oleh sistem dan bukan menjadi tugas individu yang tak tergantikan tersebut untuk memikirkannya. Di sisi lain, jika kita tidak yakin, maka jangan ragu juga untuk mengatakan kemauan anda kepada perusahaan melalui atasan ataupun personalia. Bagaimanapun kita harus merasa nyaman lahir batin dimanapun kita berada dan dengan apapun keputusan yang akan diambil.

Akhir kata, kita sendiri (dan Allah SWT tentunya) yang lebih tahu apa yang baik untuk diri kita. Semangat!






Komentar

Postingan Populer