Penyakit Kejiwaan Para "Sultan" di Indonesia yang Perlu Diantisipasi


Sekarang ada julukan baru yang lagi santer digunakan: “Sultan”. Di Indonesia, banyak selebritis dan pejabat kita yang diberi label Sultan. Tapi ternyata secara psikologi, Sultan ini adalah sebuah penyakit kejiwaan yang perlu diantisipasi.
Hebat ya selebritis-selebritis dan pejabat-pejabat Indonesia.. sekarang mereka punya julukan baru.. sekarang mereka dipanggil Sultan.. Ada Sultan andara, sultan bintaro, sultan tanjung priok, Sultan Sini, Sultan Sana, Sultan dimana-mana… Terus gara-gara film Crazy Rich Asian, sekarang ada juga julukan Crazy Rich Surabaya, Crazy Rich Malang.. Crazy rich sana, sini.. Buat para netizen, mereka ini jadi kayak “dewa”.. dan netizen menghamba.. wuih berat.. Katanya ekonomi lagi susah, tapi kalau liat medsos kayaknya orang pada happy-happy aja ya…

Tapi ya ngomongin soal Sultan dan para hambanya, ya memang sudah itu takdirnya. Ada yang kaya raya, dan banyak hamba yang mendamba hidup bak Sultan. Jumlah hamba sudah pasti lebih banyak. Dan kalau Label Sultan ini kaitannya pasti dengan materi ya. Rumah besar, Mobil Banyak dan mahal, jalan-jalan keluar negeri makan makanan mewah. Ya kadang-kadang nunjukkin juga sih Sultan-Sultan ini makan ditempat biasa, ya sekali-sekali boleh lah nunjukkin kalau saya nih rakyat biasa, meskipun saya kaya gitu. Tapi seringnya Sultan ini dikaitkan dengan kepemilikan materi. Jadi kalau orang punya duit banyak tapi hidup sederhana gak bisa tuh dikategorikan sebagai Sultan, karena sultan itu harus nunjukkin mereka punya materi. Ya setidaknya itulah yang diajarkan oleh para selebritis dan pejabat itu dari Media Sosial. Ada yang terhibur dengan itu, ada yang iri, ada yang biasa saja, dan mungkin ada yang kayak saya.. saya pribadi prihatin. Saya prihatin dengan para Sultan yang muncul di dunia maya ditengah-tengah orang kesulitan pandemik ini. Mungkin ada yang berderma, tapi tetap caranya harus berkoar-koar. Tapi yaitulah Sultan, mereka begitu karena kebutuhan psikologisnya.

Kalau lo nonton kontennya para Sultan, isinya itu bragging. Dalam bahasa indonesia ya mamer lah gampangnya. Jadi kalau nonton videonya itu saya suka ketawa sendiri gitu.. Kadang mereka ada yang ingin menunjukan rasa syukur atau nunjukkin bahwa walaupun saya punya banyak mobil mewah, tapi ya saya biasa aja gitu.. Misalnya “ya saya bersyukur dengan kerja keras saya bisa beli lambo”. “ya ini rejeki Tuhan”. Jadi setidaknya netijen ini mikir kalau saya ini kaya tapi gak sombongdan baik hati gitu. Saya ini mamer tapi gak mamer -mamer banget. Sebenarnya kalau bragging, tidak selalu soal materi, tapi bisa juga keberhasilan yang lain seperti bisa kuliah diluar negeri, berhasil diangkat untuk menjabar posisi tertentu, bragging kalau dia paling taat ibadah. Ya intinya bisa macem bragging itu, gak Cuma materi. Tapi maupun bragging soal apapun, penyakit psikologi nya sama.

Jadi bragging itu by definition dari dictionary.com adalah kebanggaan yang dibesar-besarkan atau berlebihan terhadap diri sendiri. Jadi tandanya orang bragging itu adalah ketika ia membicarakan pada orang lain tentang kebanggan terhadap dirinya. Bisa dengan cara yang direct atau yang halus kayak yang tadi saya bilang. Tapi menurut seorang terapis psikologi bernama Richard Joelson, rasa bangga pada diri sendiri itu bukan masalah, karena itu menyalurkan rasa puas, menghargai diri sendiri, self esteem, dan itu penting buat kita sebagai manusia yang selalu berusaha menjalani hidup ke arah yang lebih baik. Nah, yang jadi disorder adalah ketika kita bragging, showcasing.. dan apalagi dengan medsos, semakin terfasilitasi. Linimasa di kurasi agar bisa showing off. Pertanyaannya adalah… Kenapa seseorang pengen banget showing off? Ya kan…

Nah baca2 lah ya saya, akhirnya saya menyimpulkan, seseorang itu braggin karena 3 faktor utama: Control, Attention, Recognition. Nah kontrol ini adalah kondisi dimana ia bisa menunjukkan power di atas individu yang lain. Dengan showcasing apa yang dia punya, orang itu menganggap dirinya sukses, sehingga dia bisa punya kontrol atas orang lain. Kedua, mereka suka perhatian. Terutama di depan lawan jenis. Dengan bragging, orang tersebut merasa lebih attractive sehingga dia bisa create attention, build connection, dan built relationship dengan orang lain atau lawan jenis. Jadi amunisi materi ini dia gunakan untuk attention, karena ya memang inilah kebutuhan psikologisnya. Yang terakhir adalah recognition, diakui sebagai ya orang yang berhasil.

Psikologist di Harvard pernah meneliti kenapa sharing experience atau success pribadi kepada orang lain itu beigtu penting hingga seseorang tidak bisa nahan untuk tidak mamer. Akhirnya peneliti2 itu menguji 5 otak manusia dengan menggunakan Functional Magnetic Resonance Imaging (fMRI) untuk mendeteksi aktivitas otak. Jadi subjek penelitian ini diminta menceritakan tentang diri mereka sendiri sambil di deteksi pake FmRI itu, ternyata bagian otak yang teraktivitas pada saat itu adalah bagian otak yang sama ketika kita makan dan ketika kita berhubungan sex. Jadi sensasinya begitu nikmat diotak sehingga dorongan untuk mamer itu memang tinggi. Jadi menurut saya cuma tekanan moral pribadi saja yang menjadi superego atau yang menahan diri agar tidak bragging. Tapi saya gak bilang sultan-sultan itu gak punya moral ya.. bukan.. mungkin batasan moral yang digunakan mereka yang berbeda.. gitu pak…

Tadi diawal saya bilang kalau saya prihatin. Ya prihatin karena situasi lagi susah kok mereka malah showcasing, bragging gitu kan ya.. saya kadang mikir dampak sosial yang diakibatkan Sultan-Sultan pada Netizen itu.. Tapi ya itu juga masalah psikologisnya, ternyata orang-orang yang suka bragging itu punya masalah dalam emphati. Seorang yang terlalu self-focussed cenderung tidak bisa memahami bahwa orang lain memiliki pandangan yang berbeda tentang dunia. Maka ada yang namanya empati gap. So, jadi wajar saja kalau disituasi sulit, para sultan tetap bragging. Tapi ya gak semua Sultan begitu.. apalagi the real sultan.. beda kelasnya…

Komentar

Postingan Populer