Mengapa Media Sosial Bukanlah Sumber Informasi yang Tepat untuk Demokrasi?



Menjelang Pemilu 2024, saya-dan tentu banyak orang lainnya-khawatir soal Netizen Indonesia yang mesra sekali dengan Media Sosial. Media sosial sudah pasti fenomena yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat modern dan kekinian. Dengan media sosial, kita bisa berkomunikasi, berinteraksi, dan berbagi informasi dengan orang-orang yang kita kenal maupun yang kita tidak kenal. Tidak hanya sesama masyarakat Indonesia, tapi juga sesama masyarakat dunia. "kebergantungan" masyarakat kepada Media Sosial seringkali membuat saya berpikir: 'apa iya' media sosial bisa dijadikan sebagai sumber informasi yang baik terutama dalam konteks demokrasi? Apa jadinya jika suatu negara yang menggadang-gadangkan demokrasi sebagai sistem pemerintahan dan nilai dalam bermasayarakat menggunakan informasi-informasi yang beredar di Media Sosial sebagai referensi mereka sehari-hari?

Sebagai sebuah sistem pemerintahan, Demokrasi pada dasarnya adalah sebuah yang diciptakan manusia dalam upaya untuk menghargai hak-hak rakyat untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Manisfestasi Demokrasi yang paling nyata adalah Pemilihan Umum atau Pemilu. Dalam ber-Demokrasi, tentu informasi yang valid, objektif, dan terpercaya itu sangat, sangat, dan sangat penting agar rakyat bisa membuat pilihan yang cerdas dan bertanggung jawab. Sayangnya, media sosial seringkali tidak memenuhi kriteria sebagai sumber informasi yang valid, objektif, dan terpercaya tersebut.

Banyak alasan kenapa seharusnya mengapa Media Sosial tidak pantas sepenuhnya dijadikan sumber informasi yang tepat untuk demokrasi. Selain unsur penggunanya yang bisa jadi "korup", serta literasi dan tingkat kecerdasan masyarakat yang beragam dan rentan dieksploitasi manusia-manusia "korup"tadi, sebagai sebuah saluran komunikasi, Media Sosial punya kelemahan yang harus diakui dan bisa merugikan kesatuan dan keharmonisan manusia dalam bermasayarakat. Berikut adalah beberapa diantaranya:

Media Sosial Rentan Terhadap Hoaks dan Misinformasi

Salah satu masalah besar yang dihadapi oleh Netizen ketika menggunakan Media Sosial adalah beredarnya hoaks dan misinformasi yang tersebar dengan cepat dan luas. Sayang sekali sesuatu yang bohong, hoaks, sensasional lebih sering viral daripada informasi yang bermutu. Hoaks adalah informasi palsu yang dibuat dengan tujuan untuk menipu, mengelabui, atau merugikan orang lain1. Misinformasi adalah informasi yang salah atau tidak akurat, tetapi tidak selalu disengaja2.

Hoaks dan misinformasi bisa berasal dari berbagai sumber, seperti individu, kelompok, organisasi, atau bahkan negara3. Motif di balik penyebaran hoaks dan misinformasi bisa bermacam-macam, seperti politik, ekonomi, sosial, agama, atau sekadar hiburan4. Hoaks dan misinformasi bisa mempengaruhi persepsi, opini, sikap, dan perilaku masyarakat terhadap isu-isu penting yang berkaitan dengan demokrasi5.

Bagi pelaku penyebar informasi yang tidak berdasar ini, Media Sosial menjadi sarana yang mudah dan murah untuk menyebarkan hoaks dan misinformasi. Sebelum ada Media Sosial, untuk menyebarkan informasi bohong seorang atau sekelompok pelaku mungkin harus cetak sejumlah eksemplar atau beli pemancar terlebih dahulu agar bisa menyebarkan kebohongannya. Kini, Media sosial memiliki fitur-fitur yang memungkinkan pengguna untuk membuat, mengedit, mengunggah, dan membagikan konten-konten berupa teks, gambar, video, audio, atau tautan dengan cepat dan mudah6. Media sosial juga memiliki algoritma yang menentukan konten apa yang ditampilkan kepada pengguna berdasarkan preferensi, minat, aktivitas, atau hubungan mereka.

Mengerikannya lagi, Algoritma media sosial bisa membuat pengguna terjebak dalam filter bubble atau echo chamber. Filter bubble adalah kondisi di mana pengguna hanya melihat konten-konten yang sesuai dengan pandangan atau keyakinan mereka sendiri. Sedangkan Echo Chamber adalah kondisi di mana pengguna hanya berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki pandangan atau keyakinan yang sama dengan mereka. Filter bubble dan echo chamber bisa mengurangi keragaman informasi dan meningkatkan polarisasi masyarakat.

Kurangnya Kredibilitas dan Akuntabilitas

Salah satu faktor penting dalam menilai kualitas informasi adalah kredibilitas dan akuntabilitas sumber informasi tersebut. Kredibilitas adalah tingkat kepercayaan atau keyakinan terhadap sumber informasi berdasarkan kriteria seperti keahlian, reputasi, otoritas, atau bukti. Akuntabilitas adalah tanggung jawab atau kewajiban sumber informasi untuk menjelaskan, membuktikan, atau mempertanggungjawabkan informasi yang disampaikan. 

Media Sosial sebagai sebuah saluran informasi yang kita cintai ini kurang memiliki kredibilitas dan akuntabilitas dibandingkan dengan media arus utama seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, atau situs web berita resmi. Informasi yang dipublikasikan tidak melalui proses "dapur" yang kurang baik. Artikel ini bukan dalam rangka membela Media Arus Utama, tapi Media Arus Utama biasanya memiliki standar profesionalisme yang tinggi dalam proses produksi informasi. Ada kode etik, hukum, dan regulasi yang berlaku dan diterapkan oleh mereka meskipun pada akhirnya standarisasi tersebut suka dilonggarkan dalam rangka bersain dengan konten-konten yang ada di Media Sosial. Media arus utama biasanya juga harus memiliki mekanisme verifikasi, penyuntingan, dan koreksi informasi.

Berbeda dengan yang Arus Utama, Media sosial ini isinya adalah Netizen pada umumnya yang 'bersabda' tanpa memiliki standar profesionalisme yang sama dengan media arus utama. Celebgram, Influencer, dan Netizen pada umumnya yang 'berkarir' di Media sosial seringkali tidak memiliki kualifikasi yang sesuai untuk menyampaikan informasi tertentu dan biasanya memahami kode etik, hukum, atau regulasi yang mengikat. Media sosial pun tidak memiliki mekanisme verifikasi, penyuntingan, atau koreksi informasi yang sama seperti Media arus utama. Sanksi atau konsekuensi yang diberikan juga tidak memiliki kejelasan bagi pengguna yang menyebarkan informasi palsu atau menyesatkan.

Lebih Berfokus Pada Sensasi dan Emosi Daripada Fakta dan Rasionalitas

Media Sosial adalah arena pertarungan bagi para penggunanya untuk menarik perhatian (attention) dan minat (interest) para pengguna lainnya. Pengguna Media Sosial berusaha untuk membuat konten-konten yang menarik, mengejutkan, menghibur, atau menggugah emosi pengguna, dan tidak ragu juga untuk memanipulasi persona dan menyampaikan informasi yang bias kebenarannya untuk mencapai tujuannya. Mereka juga berusaha untuk membuat pengikutnya terlibat, berinteraksi, dan turut membagikan konten-konten tersebut.

Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, oknum-oknum media sosial seringkali mengorbankan fakta dan rasionalitas. Seringkali judul-judul yang provokatif, sensasional, atau clickbait untuk menarik perhatian pengguna. Gambar-gambar yang dramatis, manipulatif, atau palsu untuk mengejutkan pengguna. Bahkan kata-kata yang emosional, bias, atau menghasut juga dikerahkan untuk menggugah emosi para pengguna.

Salah satu dampaknya yang disayangkan adalah penggunaan Media sosial memunculkan efek psikologis yang mempengaruhi perilaku pengguna. Salah satunya adalah efek bandwagon, yaitu kecenderungan untuk mengikuti apa yang dilakukan oleh mayoritas orang atau kelompok. Efek bandwagon bisa membuat pengguna percaya atau setuju dengan informasi yang populer di media sosial tanpa memeriksa kebenarannya. Efek bandwagon juga bisa membuat pengguna ikut menyebarkan informasi tersebut kepada orang lain tanpa mempertimbangkan dampaknya. 

Singkat kata, yang ingin disampaikan saya adalah sebaiknya jangan menjadikan akun Media Sosial sumber informasi yang tepat, terutama lagi dalam konteks demokrasi dimana Indonesia menjelang Pemilu 2024. Media sosial rentan terhadap hoaks dan misinformasi yang bisa merusak keharmonisan masayarakat dan proses demokrasi. Pastikan kita selalu melihat kredibilitas dan akuntabilitas sumber yang bisa menjamin kualitas informasi dan tidak terhibur dengan pesan yang hanya menyebarkan sensasi dan emosi daripada fakta dan rasionalitas.

Kita harus bijak dalam menggunakan media sosial sebagai sumber informasi. Kita harus selalu memeriksa kebenaran dan sumber informasi yang kita terima dari media sosial. Kita harus mencari informasi dari sumber-sumber yang terpercaya dan berimbang. Kita harus bersikap kritis dan rasional dalam menanggapi informasi yang ada di media sosial. Sebagai pengguna, kita juga harus bertanggung jawab dalam menyebarkan informasi melalui media sosial. Semoga bermanfaat dan terima kasih telah membaca.

Referensi: 

Komentar

Postingan Populer