Hey Emily, is it Sexy or Sexist? Reaksi Terhadap Sebuah Episode di Film Series Emily in Paris


Ketika Client melihat perempuan telanjang itu sebagai ‘the power of women over men’, dan si Account menilainya sebagai sebuah objectifying perempuan, maka perdebatan budaya-pun tak terhindari. Tapi itulah sebuah konsep kreatif yang diinterpretasikan dari dua cara pandang manusia dengan latar belakang budaya yang berbeda.  Pada akhirnya semua pihak harus membuka mata untuk memahami maksud dari konsep pesan kreatif yang disampaikan.
Kalau lo sudah nonton Emily in Paris, lo pasti inget episode dimana Emily harus berurusan dengan klien sebuah brand parfume mewah, kategorinya si klien ini masuk luxury brand. Jadi ceritanya itu si Emily ini adalah seorang perempuan asal Chicago yang berkerja di dunia pemasaran, spesifiknya di bidang social media marketing, dia harus menggantikan bosnya yang hamil untuk bekerja di “kantor cabang” perusahaannya di Paris. Drama series Netflix ini menurut saya menarik karena memang saya suka banget nonton series yang ada muatan culturenya, ada pengetahuan-pengetahuan yang bisa memperkaya kognitif saya sebagai penonton. Tapi tetap harus dibalut dengan hiburan. Ya syukurnya si Emily in Paris ini bisa dibilang menghibur. Ya siapa yang gak suka liat cewek cakep, jatuh cinta di paris, ciuman, ngesex sama cowo beda ya… itu ya part of their culture ya. Kalau disini ada cewek kayak Emily terus ketawan gonta-ganti cowok, udah gitu video sex disebar luasin, biasanya sang cewek udah pasti rusak aja. Yang cowoknya baik-baik saja.. terus dicintai sama perempuan-perempuan lain.. anyway, bukan itu yang mau dibahas.. yang mau dibahas adalah Ketika Emily pertamakali engage dengan klien parfume luxury dari paris itu..

Jadi suatu hari, Emily pertama kalinya disuruh nemenin bosnya nemenin sang klien yang lagi produksi TVC untuk si parfume luxury baru itu. Emily have no clue iklan seperti apa yang akan dibuat. Storyline enggak tau seperti apa, treatment nya akan seperti apa, tapi pada intinya talentnya, seorang perempuan cantik dan sexy akan menjadi sentral dari iklan tesebut. Akhirnya ada satu moment pada saat produksi itu, Emily menyadari bahwa si talent cewek ini akan memakai parfum tersebut, kemudia membuka pakaiannya, telanjang bulat lat lat… lalu berjalan di pedestrian dimana Ketika perempuan itu berjalan, ada beberapa talent laki-laki disekelilingnya dan mereka akan menatapi sang cewek yang berjalan kearah mereka sambil bertelanjang. Disitulah perdebatan terjadi antara Emily dan klien mengenai konsep iklan tersebut. Buat Emily “Male Gaze” ini objectictifying women dan akan menjadi masalah ketika parfum tersebut masuk ke pasar amerika.

Intinya Emily merasa iklan itu bukan sexy.. tapi sexist.. mengeksploitasi perempuan. Sementara klien bernama Antoine ini meanggap itu sexy dan dari kacamatanya si cewek ini tidak telanjang, because she’s wearing a parfume! Hahaha Sementara Emily melihat konsep iklan parfume ini lebih menggambarkan dreamnya atau desire dari laki-laki, karena di iklan cowok2 itu menatap cewek telanjang, **sementara klien beranggapan bahwa konsep ini justru menyampaikan bahwa inilah desire para perempuan, yaitu to be desired by men. Dan pada akhirnya mereka berujung pada perdebatan soal feminism. Ya ini mungkin bisa dibilang isu feminism in action ya, tapi ini menjadi isu jika memakai kacamata orang America asal Chicago. Tapi kalau dari kaca mata si Antoine dan bos ceweknya dari paris ini justru ini no issue, karena ini wujud nilai kebebasan, dan perempuan telanjang itu sebagai manifestation of real women power over men. Perempuan itu cantik dan itu jadi powernya perempuan, dan ketika dia telanjang, justru malah semakin powerful. Hayoloh, kliennya malah begitu.., pusinglah si Emily. Dan seperti cerita agency pada umumnya, klien selalu menang, so akhirnya Emily diminta untuk lebih open minded dan menyerapi nilai-nilai yang ada di prancis.

Apa pelajarannya? Ya intinya konsep kreatif itu sangat bebas interpretasi. Tergantung siapa yang menilai, tergantung bagaimana worldview seseorang, dan Kembali konteks budaya bermain. Di Indonesia, sudah pasti iklan seperti itu tidak akan ada. Melihat paha personil Blackpink di iklan salah satu e-commerce saja sudah banyak ibu2 ribut, gimana lihat lebih dari paha. Langsung dipolisikan. Nantinya kalau teman-teman bekerja di dunia kreatif, dan jika nantinya harus berkarir di luar negeri atau di sebuah wilayah yang memiliki latar belakang budaya dan nilai social yang berbeda, pastikan pahami dulu agar karya teman-teman bisa dengan mudah diterima dan tidak menimbulkan polemik. Dan buat para penonton ataupun konsumen dari sebuah karya kreatif seperti iklan, konten media social, dan lain-lain, biasakan jangan buru-buru menghakimi seseorang dengan nilai-nilai pribadi, karena bisa jadi memang orang itu berbeda dengan kita cara pandangnya. Orang kalau dihakimi suka gak? Enggak dong. Abis dihakimi akan berubah dan tobat gak? Ya enggak juga.. jadi jalan dialog pasti akan lebih baik.

Komentar

Postingan Populer