Alasan Jangan Terbawa Hype-nya Makanan dan Minuman Kekinian


Buka Media Sosial anda sekarang! Sudah pasti anda akan melihat beberapa kawan Media Sosial (Medsos) anda mempublikasi fotonya saat mereka akan menikmati aneka hidangan dan minuman yang tampak menggiurkan. Setelah melihat foto atau video tersebut, anda mungkin tertarik untuk juga mencoba makanan atau minuman tersebut saat anda ada waktu, dan saat ada uang tentunya. Fenomena ini menunjukkan bahwa ternyata dunia kuliner di era Medsos ini telah bergeser dari menjual sekedar makan dan minuman, menjadi menjual pengalaman berkuliner.

Melihat linimasa Medsos dan daftar makanan di aplikasi ojek online, sepertinya hidup kita akan dihabiskan untuk makan. Buaanyaak sekali pilihan makanan sampai-sampai kita bingung mau mulai dari mana mencobanya. Dan karena medsos, rasanya kita ini juga “dituntut” untuk ikut mencoba kuliner yang lagi “trending”. Kalau enggak cobain, jadi ketinggalan tren. Kalau ketinggalan tren, kita tidak bisa eksis (setidaknya) di medsos. Tidak bisa eksis di medsos, maka seolah kita “tidak ada”. Seolah kita “tidak hidup” dan hidupnya kurang “sakses”. Akut memang problema Medsos ini. Bahkan sampai-sampai menyentuh krisis eksistensialis! segitunya loh! Padahal kalau soal makanan, ada bagusnya loh jika kita tidak terlalu mengikuti Tren makanan masa kini.

Makanan Trending Lebih “Bernilai” di kemasan.

Satu paket dengan apa yang saya sampaikan di paragraf sebelumnya, kemasan dari makanan masa kini adalah bagian dari “pengalaman”. Restoran padang, dengan sistem identitas merek yang didesain dengan apik, dengan cara penyajian dan pelayanan yang berbeda dijual lebih “mahal” ketimbangan Restoran Padang konvensional. Tapi soal rasa, bisa jadi yang konvensional tidak kalah.

contoh lainnya adalah Kopi masa kini yang sangat menjamur dimana-mana. Dikatakan “masa kini” karena packaging dengan desain yang ultra modern, minimalistic, dengan hype yang dibangun di Media Sosial yang secara konten dikurasi dan dioptimalisasi, jadilah segelas kopi yang habis diminum dalam waktu 3 detik seharga 20ribu hingga 25ribu. Dengan “kemasan” menarik, harga bisa lebih tinggi. Kalau diadu dengan kopi-kopi unbranded yang locally roasted, bisa jadi rasa belum tentu lebih baik.

Makanan Trending Belum Tentu Sehat Buat Tubuh Kita.

Sejalan dengan semangat memberikan pengalaman baru pada pelanggan, maka inovasi-inovasi yang diciptakan biasanya berorientasi pada keunikan rasa yang dihasilkan dari harga yang terjangkau dengan margin yang menguntungkan. Maka kalau bicara kesehatan, makanan kekinian yang berorientasi pada pengalaman ini biasanya menempatkan “kesehatan” pada prioritas nomor belakang.

Salah satu contoh bahan makanan yang menurut saya paling banyak dieksploitasi makanan masa kini adalah Mozzarella Cheese. Untuk memberikan kesan menggiurkan, sampai-sampai semua makanan menggunakan Mozarella dan didramatisasi melting Mozarella ini di berbagai konten Media Sosial. Padahal secara bahan, mayoritas orang Indonesia tidak terbiasa makan makanan berbasis diary product seperti susu sapi dan turunannya. Tapi demi ikut hype-nya Mozarella, ayam goreng, roti bakar, nasi putih, nasi goreng, sosis, semuanya dilapisi melting Mozarella. (Saya pribadi cukup eneg dengan overused Mozarella dimana-mana).

Ironinya, makanan-makanan sehat seperti plant-based, yang tidak diproses, yang sebenarnya bahan bakunya berlimpah di pasar-pasar tradisional, justru ketika dikemas ala kekinian, harganya malah jadi mahal. Persepsi yang dibangun adalah Makanan yang sehat, adalah makanan yang mahal. Sekarang memang muncul merek-merek makanan sehat, namun sayang sekali diposisikan untuk segmen menengah ke atas dengan harga yang relatif tinggi. Contohnya, kalau anda sempat buka Grab Food, ada resto yang kalau diartikan ke dalam bahasa Indonesia artinya “Kebiasaan Baik”. Mereka menjual makanan sehat, seperti salad dan lain sebagainya, tapi buat banyak orang harganya tidak terjangkau. Bagi mereka yang mau trial gaya hidup sehat, kecenderungan pasar seperti ini jadi tidak memberikan motivasi.

Makanan Trending Mendorong Kita Pada Perilaku Konsumtif.

Sejalan juga dengan spirit kekinian, maka inovasinya dan evolusinya makanan dan minumana masa kini tidak akan berhenti dalam waktu dekat. Kalau anda orang yang tidak mengolah makanan anda sendiri dan cenderung suka beli makanan dari luar (apalagi ikuti makanan-makanan yang lagi viral), maka anda bisa terperangkap dalam pola konsumtif. Trend akan terus berubah, maka apa yang anda caripun nantinya akan ikut berubah. Mungkin sebagian besar penghasilan anda akan anda habiskan untuk beli makanan dan minuman dari luar dan mencoba makanan-makanan baru yang belum pernah anda coba sebelumnya. Pada akhirnya hidup anda habiskan untuk makan, bukan makan untuk hidup.

Singkat kata, trend kuliner tidak akan berakhir dalam waktu dekat. Akan selalu ada makanan minuman baru yang muncul di pasar. Apalagi jika makanan tersebut hanya menjual hype. Ramenya bisa hanya sekejap dan digantikan dengan yang lain. Dengan kesibukan orang saat ini, takeaways memang menjadi pilihan comfortable. Tapi sisi negatif dari kebiasaan tersebut adalah tidak terkendalinya asupan gizi dan juga pengeluaran yang anda habiskan untuk makan dan minum. Sehingga untuk menyikapi ini, ada baiknya kita melihat kembali bagaimana kita cara kita mengkonsumsi.

Saya termasuk orang yang suka jajan. Tapi sejak mempelajari kesehatan pribadi dan bagaimana mengelola pengeluaran, maka muncul kesadaran baru tentang pentingnya memperbaiki hubungan saya dengan asupan yang saya konsumsi. Sulit memang mengubah sesuatu, apalagi jika sudah menjadi kebiasaan yang mengakar. Tapi jika benar-benar mau InshaAllah bisa dilakukan, dan mudah-mudahan hidup terasa lebih nikmat.

Komentar

Postingan Populer