Bagaimana Jika Spiritualitas Anda Dinilai Berdasarkan Nominal Zakat dan Sedekah Anda?


Kalau memikirkan judul di atas, saya jadi ingat quotes dari karater Seth di film Gods of Egypt yang diperankan oleh Gerard Butler. Kurang lebih seperti ini quotesnya:
 

Yang artinya, siapapun yang mau masuk surga, harus mempersembahkan kekayaannya kepada “tuhan”, yaitu Seth sebagai self-proclaiming giant god. Kalau kita kembali baca AlQuran, rasanya Allah tidak seperti itu. Apalagi Rasulullah pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat fisik dan harta kalian tetapi Ia melihat hati dan amal kalian”. HR. Muslim. Jadi pemikiran Allah akan mengutamakan orang yang nominal rupiah zakatnya dan sedekahnya lebih besar itu jaminannya masuk surga, sepertinya kurang tepat. Apalagi kita tidak tahu apa isi hati orang tersebut, dan tidak tahu bagaimana cara orang yang berzakat dan bersedah itu memperoleh kekayaannya.




Benarkah Spiritualitas Seseorang di nilai berdasarkan nominal zakat atau sedekahnya?

Salah seorang terdekat berbicara pada istri saya, dan istri saya bercerita kepada saya. Orang terdekat bercerita mengenai menantunya yang sukses berbisnis dan dianggap spiritualitasnya tinggi. Istri saya merespon dengan pemahamannya tentang agama: “MasyaAllah, hebat ya. Baca Quran dan sholat sunnahnya rajin ya dia”?. Lalu orang terdekat ini merespon pertanyaan istri saya: “oo bukan, itu sih gak tau, tapi dia itu zakatnya banyak”. Lalu istri saya, dengan sedikit menahan wajah kebingungannya dan keinginan untuk menanggapi indikator spiritualitas tersebut, merespon balik: “ooo, ya baguslah, mudah-mudahan berkah”.

 Istri saya pun kemudian mengajak saya bicara dan berkata kepada saya dengan sedikit bingung, “sejak kapan ya chan nominal sedekah atau zakat itu dijadikan indikator tingkat spiritualitas”? Mendengar pertanyaan ‘retoris’ ini, saya hanya bisa menanggapi dengan pengetahuan saya dan pengalaman saya terkait hal ini.




Saya merespon : “(Spiritualitas seseorang dilihat dari nominal zakat atau sedekahnya) terjadi sejak dirinya (orang yang berbicara kepada istri saya) dan orang sekitarnya menilai segala sesuatunya berdasarkan uang dan materi. Jika sudah demikian, bisa jadi pemberian berupa barang, uang, hadiah dan lain sebagainya dari seorang anak kepada orang tuanya akan dianggap sebagai tanda kesolehan dan kesolehahan anak, keberhasilan dalam pekerjaan dan bisnis dianggap sebagai ridho Tuhan atas ritual-ritual (yang bisa jadi tidak diajarkan dalam agama) yang dilakukannya, kekayaan atas harta benda (terlepas dari bagaimana cara mendapatkannya) merupakan ridho Tuhan”. Intinya orang-orang ini menganggap bahwa kalau hidupnya lagi senang, berarti Allah sedang meridhoi hidupnya, sedangkan kalau lagi susah, pasti karena kelakuan orang tersebut dan Allah sedang mengujinya. Sungguh kasian orang-orang seperti ini. Anggapan ini petanda ketidaktahuan terhadap apa yang disampaikan dalam Quran. Jelas perihal ini tersurat di dalam Quran:

"Kami akan menguji kamu dengan kesusahan dan kesenangan sebagi cobaan (yang sebenar-benarnya)" (Al-Anbiya:35)

Di ayat berikutnya, Allah berfirman:

“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku“ (Al-Fajr:15-16).



Benar-benar berbahaya jika seseorang menganggap bahwa kesenangan adalah Ridho Tuhan, sementara kesulitan adalah ujian Tuhan. Padahal baik kesenangan atau kesulitan, dua-duanya adalah ujian. Saya pribadi prihatin dengan keadaan ‘orang terdekat ini’. Apalagi orang terdekat ini hidup bersama pasangan yang memiliki cara pandang seperti di atas: Kesenangan adalah Ridho Tuhan, Kesulitan adalah ujian. Bahkan praktek-praktek klenik itu dibenarkan jika membawa kekayaan dalam kehidupan keluarga. Bahaya sekali.


SIngkat kata, kita manusia boleh saja sekedar mengagumi orang yang mau berzakat dan bersedekah dengan hartanya yang banyak secara terang-terangan. Namun adanya baiknya kita juga mendoakan agar amalan orang tersebut, dan amalan kita semua berapa pun besarnya, diterima oleh Allah SWT dan bermanfaat untuk bekal kita di hari akhir. Selain itu yang perlu kita ingat, sedekah itu usahakan dillakukan secara konsisten bagaimanapun keadaan mu. Bersedekah di Waktu Lapang itu Biasa. Tetapi Bersedekat Di Waktu Sempit itu luar Biasa.

Komentar

Postingan Populer