Melihat Apa Yang Terus Terjadi, Sepertinya Saya Terkena Crisis Fatigue



5 tahun belakangan membuat saya capek. Capek dengan dunia yang terus dirundung masalah. Mulai dari pandemi, judi online, online scamming, perang, korupsi, dinasti politik, politik bansos, anak haram konstitusi, politisasi dan kriminalisasi oposisi, pajak semakin mencekik, wakil rakyat yang tidak mewakili rakyat, polisi yang tidak kasar, brimob melindas remaja dengan mobil rantis, dan masih banyak lagi. Apa ini yang dinamakan Crisis Fatigue?

Saya mendengar terminologi Crisis Fatigue di awal tahun 2024 - kalau tidak salah - ketika membaca white paper dari sebuah perusahaan riset. Crisis Fatigue adalah sebuah kondisi kelelahan mental dan emosional yang dipicu oleh paparan situasi krisis yang konstan dan berkepanjangan.  

Meskipun Crisis Fatigue adalah kelelahan psikologis, jika tidak disadari, saya rasa ini bisa berdampak pada kesehatan fisik. Saat ini yang jelas saya rasakan adalah emosi yang naik turun, kehilangan minat pada hal-hal yang saya anggap penting, dan seperti tidak punya energi untuk melakukan sesuatu bahkan untuk menyampaikan pikiran (menuliskan kata-kata dalam paragraf-paragraf ini sungguh melelahkan).

Melelahkan Melihat Tidak Ada Berita Baik Tentang Indonesia Dan Dunia

Ketika semua hal bisa di-fabricated, saya sering bertanya mana berita/ informasi yang benar ya? Ketika membuka Media Sosial, semua sungguh tampak tidak baik-baik saja. Sebagai orang yang memiliki pandangan dan preferensi politik yang berbeda dari penguasa saat ini saya pun juga bertanya-tanya: apakah algoritma orang-orang  pandangan politiknya sama dengan rezim juga mendapatkan berita-berita yang sama dengan saya? Atau hanya kami kelompok 42% yang selalu terpapar berita yang tidak menyenangkan tentang negeri ini? Paparan berita negatif yang terus-menerus sungguh membuat saya capek.

Hari ini Nyawa Semakin Tampak Tidak Berharga

Jauh di belahan bumi yang lain, peristiwa yang menyakitkan di Gaza bagi saya salah satu realita dimana manusia tidak lagi menjadikan Tuhan sebagai sumber kehidupannya. Pemimpin-pemimpin yang punya kekuatan untuk menghentikan peperangan dan untuk melindungi nyawa-nyawa hanya duduk di balik meja negosiasi ketika banyak orang yang mati. Begitu juga perang Rusia dan Ukraina. Yang terlihat hanya dua negara yang berperang. Tapi di meja negosiasi, ada banyak negara lainnya. ketika mereka negosiasi, banyak orang mati. Sambil menunjukkan jari ke Rusia atau ke Ukraina, pemimpin-pemimpin ini membiarkan banyak nyawa melayang. 

Keserakahan Yang Dipertontonkan

Saat banyak rakyat mengalami tekanan ekonomi, pajak yang semakin esktensif dan makin terasa memberatkan, pimpinan-pimpinan bicara soal kekayaan negara seolah kekayaan tersebut milik mereka sendiri. Menjadi berkah, media sosial pun membuka mata masyarakat betapa tidak adilnya negara ini dijalankan. Bahkan sebagian dari pemimpin ini bicara sembarangan seolah rakyat hanya keset yang bisa diinjak-injak. Padahal realitanya mereka bisa berjoget-joget bahagia dari hasil kerja keras masyarakat. Sebuah "Sedekah yang Dipaksa Oleh Negara" yang lebih terasa seperti rampasan. 

Apakah anda tidak lelah? Karena sejujurnya saya lelah. Meskipun saya tetap berjalan. 

Komentar

Postingan Populer