AI vs Otak Manusia: Refleksi dari Fenomena Penggunaan AI di Sekolah



Sudah sampai mana kamu mengintegrasikan pekerjaan sehari-hari kamu dengan AI? Banyak yang bilang kalau kamu sampai saat ini belum mulai mengintegrasikan AI dalam pekerjaanmu, ada kemungkinan akan “terkalahkan” oleh mereka yang sudah mulai mengadopsi. Saya pribadi berpendapat: Ya! Ada kemungkinan kamu akan “kalah”.Kalian boleh saja menghina atau merendahkan mereka yang menulis dengan bantuan AI, memvisualisasikan sesuatu dengan AI, membuat musik dengan AI, tapi satu hal yang pasti: AI sepertinya tidak akan hilang dari muka bumi mulai dari hari ini dan seterusnya. Jadi suka atau tidak suka, most likely AI akan jadi bagian yang [tak] terpisahkan dari peradaban manusia ke depan. Lalu sudah sampai mana penggunaan AI tersebut? Untuk memberikan gambaran masa depan, saya ingin berbagi tentang apa yang saya saksikan di sebuah dokumenter dari CNA Insider yang berjudul: How Students Are Using AI For Homework: But How Good Is ChatGPT At School? | Talking Point. Dokumenter ini berusaha menjawab bagaimana anak-anak Singapore di sekolah menggunakan AI dan apakah mereka “benar-benar belajar” dengan adanya AI. Meskipun konteksnya sekolah, apa yang disajikan di video tersebut cukup bisa diimplementasikan di dunia kerja.

Utamanya, siswa-siswa di Singapore menggunakan AI sebagai “Study Buddy”-nya. Ada yang menggunakan AI untuk membantu mereka belajar di rumah, mengerjakan PR, bahkan sampai mengerjakan ujian. Memang situasi ini terdengar mencemaskan. Apakah AI benar-benar bisa menjadi “Study Buddy” atau malah mem-bypass kemampuan siswa-siswa dalam belajar dan berpikir kritis? Akhirnya CNA melakukan serangkaian eksperimen untuk menguji kemampuan AI dan juga menguji bagaimana hasil belajar dari siswa-siswa yang menggunakan AI. Kurang lebih hasil tesnya seperti berikut:

Eksperimen "Retensi Memori" (Siswa vs. PR)
Tes: Siswa diminta mengerjakan tugas Social Studies menggunakan AI sebebasnya, lalu langsung diberikan tes tertulis tanpa bantuan AI.

Hasil: Siswa gagal mengingat apa yang mereka tulis. Mereka hanya copy-paste tanpa memproses informasi. AI menciptakan "Illusion of Competence" (Ilusi Kompetensi)—merasa bisa padahal tidak paham.

Eksperimen "Ujian O-Level" (Manusia vs. Mesin) menggunakan AI. Hasilnya mengejutkan dan buruk:
  • Matematika: B3 (62/90) — Banyak kesalahan ceroboh dan rumus yang salah.
  • Kimia: B4 — "Completely wrong" pada konsep pembakaran dan diagram.
  • Fisika: F9 (GAGAL TOTAL) — Diagram salah, rumus salah.
  • Bahasa Inggris: D7 (Nyaris Gagal) — AI gagal menangkap "nuansa" dan konteks pertanyaan, tulisannya terlalu generik.
  • Sejarah: C6 (Lulus Pas-pasan) — Logis, tapi kurang contoh konkret dan cross-referencing.

Dari eksperimen retensi memori, peserta eksperimen tidak mengingat apa yang mereka tuliskan dan menunjukkan pemahaman yang tidak berkembang. Hal ini mengindikasikan bahwa mengandalkan informasi dari AI, tidak secara langsung berdampak pada pengembangan proses kognitif. “Menghafal” informasi dari AI bisa sangat berbeda dengan benar-benar berusaha memahami dan memproses secara kognitif informasi yang diberikan AI. Pada eksperimen pengerjaan ujian, AI malah gagal total dalam mengerjakan soal-soal ujian sekolah. Pengujian ini menunjukkan bahwa (untuk saat ini), manusia belum bisa sepenuhnya mengandalkan informasi yang di-generate oleh AI untuk belajar dan menyelesaikan permasalahan.

Kesimpulannya? Jangan menggantikan otak Anda dengan AI. Meskipun teknologi Gen-AI ini berkembang dengan sangat cepat, teknologi AI masih memiliki banyak keterbatasan. Otak Anda memiliki kemampuan yang tidak akan pernah dimiliki oleh AI. Namun ketika Anda menggunakan AI sebagai “pengganti” otak Anda, maka yang terkena dampaknya adalah Anda sendiri: Anda bisa jadi kehilangan kemampuan Anda belajar dan berpikir, daya kritis Anda menurun, dan akhirnya Anda tidak menghasilkan solusi dari permasalahan yang Anda hadapi. Jadi, gunakanlah AI untuk efisiensi, bukan untuk eliminasi kemampuan otak Anda.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Salah Satu Sumber Distraksi Hidup Anda itu Adalah Media Sosial

Mengenal Karakteristik Rakyat Indonesia Dari Komunikasi Publik Pemerintah

Before they burn the Quran, have they read it first?