Musibah Sumatera: Antara Bencana Alam, Politik Defensif, dan Teguran Tuhan
![]() |
Ilustrasi Banjir Bandang (AI-Generated Image) |
Musibah melanda Sumatera: Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh. Melihat video dan gambar yang beredar di Media Sosial sungguh mengerikan dan memprihatinkan. Saya pribadi belum pernah ke Sumatera Utara dan Aceh, tapi saya sudah beberapa kali ke Sumatera Barat lewat jalur darat dari Pekanbaru. Padang Panjang sudah pasti dilewati, dan selalu teringat betapa saya pribadi ingin sekali pindah ke sana. Pemandangan indah dan udaranya segar. Sungguh sedih melihat jalan tersebut kini paska banjir bandang yang melanda. Semoga saudara-saudara yang terdampak diberikan kekuatan oleh Allah untuk melalui hari-hari.
Polemik di Tengah Duka
Tidak hanya melihat video dan gambar yang menyedihkan. Peristiwa pilu juga menjadi polemik di media sosial. Dimana harusnya semua elemen di masyarakat bisa melihat berpadu dalam mengendalikan dan merespon situasi, pemberitaan yang beredar malah diramaikan dengan diskusi-diskusi soal perilaku para politikus dan kebijakan yang tidak "all out" dari pemerintah. Saya akui, memang melihat politikus memanfaatkan musibah ini sebagai ajang pencitraan itu sangat menyebalkan. Kadang saya juga bertanya-tanya: apakah mereka itu merasakan penderitaan rakyat gak ya? Karena sekian banyak pernyataan telah dilontarkan dan banyak kebijakan-kebijakan sebelumnya seperti tidak mendengar aspirasi banyak orang. Entah lah, saya tidak ingin ambil pusing. Soal musibah ini saja, sudah banyak orang-orang yang pintar dan hebat (dan memiliki pengaruh besar) mengutarakan pikiran dan aspirasi mereka, tapi pemerintah sepertinya tidak bergeming sama sekali. Maka saya pun yakin hanya Tuhan lah yang bisa menegur mereka-mereka yang tamak di pucuk pimpinan negeri ini.
Bicara soal tangan Tuhan. Peristiwa ini sepenuhnya saya meyakini bahwa ini cara Allah memperlihatkan kebenaranNya.
Perdebatan mengenai apakah musibah ini adalah bencana nasional yang dipicu alam atau bencana buatan manusia yang merusak ekosistem alam, sungguh sesuatu yang sangat tidak produktif mengingat banyaknya orang yang kehilangan tempat tinggal dan nyawa. hal ini sesuatu yang tidak perlu diperdebatkan karena peristiwa ini (jelas) bencana yang dipicu oleh "alam", tapi juga sebuah bencana yang terjadi akibat adanya campur tangan manusia dalam jangka panjang, sehingga membuat peristiwa yang direkam oleh kamera HP ini terlihat begitu "dramatis". Kapan lagi melihat bongkahan tebangan pohon besar-besar yang melintasi sungai-sungai ditengah-tengah kota? Kalau bukan Allah yang memberi "izin keramaian" dan merencanakan "konsep acara" nya, gak akan kita dipertontonkan betapa dasyat kekuataan alam ciptaanNya, dan betapa jelasnya ayat-ayatNya yang menceritakan tentang manusia-manusia yang menciptakan kerusakan di muka bumi.
Semakin Defensif, Semakin Memunculkan Pertanyaan
Melihat perdabatan mengenai apakah peristiwa bencana ini akibat pengrusakan ekologis yang sudah terjadi dalam jangka waktu yang lama atau dipicu oleh alam sungguh bikin muak. Apa tidak bisa segera diakui saja kalau musibah ini karena dua-duanya? Dari sisi pemerintah menunjukkan ke-tidak setuju-an dengan narasi bencana non-alam yang beredar di masyarakat. Penolakan ini malah semakin menunjukkan bahwa ada yang ditutup-tutupi. Penolakan untuk memberlakukan darurat nasional juga memberikan sinyal kalau ada "aib" bersama yang dilindungi. Sampai-sampai status darurat nasional yang akan membuka keran bantuan internasional dan alokasi anggaran nasional pun terasa sulit untuk diputuskan meskipun korban bencana begitu banyak dan dan kerugian begitu besar. Semakin defensif pemerintah, rakyat pun semakin bertanya.
Penutup
Sekian gangguan pikiran tanpa solusi ini. Kalau kamu tanya sama saya apa solusinya, saya hanya bisa bilang Cukup Allah Sebagai Penolong.

Komentar
Posting Komentar